What should I write for you?

Senin, 04 April 2011

Bukan Buronan, Bukan Polisi

...

"Bagaimana keadaanmu?", Aku menanyakan hal bodoh yang tidak seharusnya aku tanyakan. Aku tahu, kamu tidak suka dengan keadaan yang kita harus hadapi selama kurang lebih 3 jam ini. Tapi aku menanyaimu karena sungguh aku peduli.
"Aku mencoba untuk baik-baik saja. Ini tidak selamanya kan?", kamu menjawab dengan muka khas bad mood mu yang sudah aku hafal.
"Baiklah, yah, untungnya ini tidak selamanya. Kau akan baik-baik saja", Aku mencoba menghiburnya sedikit agar perasaannya sedikit ringan.
Mobil tetap melaju kencang di jalan rusak yang berkelok. Kiri dan kanan adalah jurang. Untungnya, kita berkendara malam. Tidak terlalu menakutkan bila melihat pemandangan dari kaca samping mobil. Angin berhembus dari kaca yang ku buka sedikit.

Aku tidak tahu bagaimana kita memainkan peran kita masing-masing disini. Kamu tetap manis seperti biasanya. Dan aku merasakannya sebagai siksaan. Aku harus menahan diriku untuk tidak menikmatimu lebih dari yang seharusnya. Sebelum perjalanan itu, aku juga melihatmu memandang seperti itu kepadaku. Pandangan sayang yang penuh siksaan. Aku tahu, suatu saat, hal ini pasti menjadi netral dan diantara kita tidak ada perasaan itu lagi.

Dan hal itu nampaknya terjadi hari ini. Nampaknya kamu sudah tidak terguncang atas perasaanmu sendiri. Kamu sudah ikhlas melepasku. Dan sepertinya kamu juga mengharapkan aku melakukan hal yang sama.
Untuk kamu tahu, Tidak ada yang akan aku sesali. Aku menikmati kisah singkat ini. Dan aku juga menikmati untuk melihatmu hanya sebatas punggung saja. Aku menyadari kenyataan, aku tidak bisa menikmati keutuhanmu.

Hari ini, aku memutuskan berhenti. Berhenti saja. Seperti kamu.
Tidak ada yang harus dikejar lagi. Karena kamu bukan buronan. Dan aku bukan polisi.
Kita hanya perlu menegaskan apa yang ada di depan kita sekarang. Tidak akan ada lagi hubungan lebih dari teman.

Aku tidak mau tahu lagi dengan perasaanmu. Entah perasaanmu yang tertahan itu, atau perasaan terang-teranganmu ketika melihatku.
Dan aku juga akan menegaskan pada diriku sendiri. Bahwa kamu bukan piala untuk dipamerkan. Bahwa kamu bukan boneka yang bisa aku mainkan sesuka hatiku. Bahwa kamu bukan buronan dan aku bukan polisi intel yang harus mengejarmu ke ujung dunia sekalipun. Bahwa kamu punya kehidupanmu sendiri yang harus kamu jalani setelah ini. Dan bahwa aku juga mempunyai mimpiku sendiri untuk aku kejar. Dan masih banyak bahwa-bahwa yang lain perihal perasaanku kepadamu.

Bahwa kamu tidak sama dengan aku.

...
Tidak ada yang salah akan kisah singkat ini. Karena bagiku hidup adalah dark chocolate. Manis dan pahit di saat yang sama. Begitulah caraku menikmatimu.

Kelak, aku meyakini, akan ada pertemuan kembali kita berdua. Entah kamu yang mendatangiku, ataupun sebaliknya. Karena dengan semua yang telah kita lalui bersama, aku yakin ada suatu hal yang masing-masing dari kita tidak akan pernah kita lupakan. Bahwa sempat ada perasaan yang kemudian harus tertahan. Yang tertahan dan akan 'aktif' kembali suatu saat nanti. Entah kapan.

Kamu memicingkan mata di kamera DSLRmu, bersiap mengambil gambar yang aku rasa itu aku. Aku tersenyum melihat ke lensa kamera.
Sesaat kemudian kamu menggumamkan sesuatu di bahasa lain yang tidak aku mengerti.
"Apa yang kamu katakan tadi?", aku bertanya karena aku sangat penasaran.
"Hmmm, bukan apa-apa", kamu tidak memberitahuku.
"Ayolah, beritahu aku...", kataku setengah memaksa.
"Tidak.. ", katamu sambil tersenyum nakal.
Aku memukulmu kecil dan aku yakin itu tidak menyakitimu. Kamu melindungi badanmu dengan tanganmu. Dan tangan itu yang akhirnya aku pukul-pukul kecil.
"Apakah sesuatu itu hal yang buruk atau hal yang baik?", pertanyaanku mulai menampakkan keputus asaan.
"Tentu saja sesuatu yang baik. Tentangmu", kamu menjawab dengan senyuman diiringi deburan ombak di salah satu tempat yang paling aku suka, Laut.

Aku sangat menyukai senyuman itu. Dan juga keakraban kita. Tentu saja itu hal pertama yang aku ingat tentangmu. Satu diantara banyak detil kecil yang akan selalu aku ingat tentangmu.
Tahukah kamu, saat percakapan itu, di tengah deburan ombak dan laut yang memecah karang, aku sangat ingin memelukmu.
Dan berkata, "Ingatlah selalu saat ini"





Dan deru ombak di hatiku perlahan melemah.
Selamat tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan apa saja yang ingin kau muntahkan dari otakmu, setelah membaca tulisan di atas..