Terkadang kita harus ingat. Di atas langit masih ada langit.
Apa yang kita sedihkan. Belum tentu jadi
kesedihan orang lain
Dan apa yang kita senangi. Belum tentu jadi kesenangan bagi
orang lain.
Sekali lagi. Di atas langit, kita
harus ingat, bahwa masih ada langit.
Setiap dari kita pernah seenaknya
sendiri.
Berpikir bahwa setiap manusia itu
sama.
Padahal bahkan setitik mikroba pun
berbeda satu sama lain.
Dan aku hampir tiba pada titik pengertian
ini.
Hampir. Belum sepenuhnya.
Aku bersyukur Tuhan memberiku orang –
orang hebat di sekelilingku tumbuh.
Keluarga. Sahabat. Teman kerja.
Ah. Teman kerja.
Apa yang pernah kamu ketahui tentang
teman kerjamu?
Aku baru saja mengetahui sesuatu tentangnya.
Dan aku hampir tidak dapat menahan
haru tentang rahasianya.
Rahasia yang membuatku berpikir ulang.
Tentang susahnya hidup. Tentang rasa
merana dan sengsara. Tentang rasa senang. Tentang cinta. Dan tentang ketulusan.
Dulu aku sempat memandangnya sebelah
mata.
Secara fisik. Secara orientasi seksual.
Dan secara attitude.
Semakin aku mengenalnya, ternyata dia
tulus.
Apa yang dilakukannya jarang melukai
hati orang lain.
Di saat itu aku mulai memaklumi fisik
dan attitudenya.
Tapi baru kemarin.
Iya. Baru kemarin. Aku mengetahui
fakta yang benar – benar bikin dadaku serasa diiris. Tertusuk. Pedih.
Mungkin ini apa yang dinamakan empati.
Dia bercerita dengan penuh kelakar. Penuh
senyuman.
Seakan itu bukan beban hebat.
Padahal, aku tidak yakin sanggup ada
di posisinya.
Berawal dari cerita tentang masalah
pribadiku.
Aku menceritakannya seolah – olah aku
orang paling sengsara di dunia.
Sampai kemudian dia mengawali cerita itu.
Dia bilang dia benci ayah tirinya.
Dia bilang ibunya terlalu nyaman
dengan ayah tirinya.
Dan beliau rela memberikan apapun
untuk tetap pada zona nyaman itu.
Dari sanalah cerita mengalir.
Tentang ayah tirinya. Tentang kesengsaraan
ibunya.
Tentang derita pedih masa kecilnya. Tentang
pengabdiannya pada seorang ibu.
Tentang cintanya pada seseorang. Tentang
pengorbanannya. Dan tentang kondisi fisiknya yang sudah menua.
Dari sanalah, aku mendapatkan kekuatan
untuk memahami.
bahwa di atas langit masih ada langit.
bahwa di atas langit masih ada langit.
Apa yang kita kira sudah paling hebat,
ternyata di luar sana masih ada yang lebih hebat lagi.
Apa yang kita kira paling menyedihkan,
ternyata masih banyak di luar sana yang lebih menyedihkan lagi.
Sekali lagi.
Di atas langit, masih ada langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Katakan apa saja yang ingin kau muntahkan dari otakmu, setelah membaca tulisan di atas..