What should I write for you?

Senin, 10 Oktober 2016

Live a Life in Makassar : Part 1

40 days counted. I've been living in Makassar.
Sudah 40 hari. Aku tinggal di Makassar.

This is my very first time. My very fucking first time ever.
Jauh dari rumah, jauh dari keluarga, jauh dari temen-temen, jauh dari kota kelahiran Surabaya, jauh dari kota tempat tinggal Sidoarjo. 

I left my comfort zone. And i'm trying to living a life here. Being wholeheartedly mature. 
Meninggalkan kenyamanan dunia. Hangatnya rumah. Jaminan hidup tanpa kelaparan karena selalu tersedianyavberas dan stok makanan yang seperti kulkas supermarket di rumah. Meninggalkan pekerjaan enakku. Pekerjaan impianku dari kecil sebagai penyiar radio, MC dan public speaker. Meninggalkan juga pacarku yang gak seberapa ganteng tapi baiknya ga karuan. Meninggalkan banyak teman-teman baik yang selalu ada in one call away.

Banyak yang menanyakan keputusanku. Mereka mengatakan mengapa aku susah payah meninggalkan karier sebagai MC dan penyiar radio yang udah aku bangun selama 6 tahun terakhir ini. Banyak yang mengatakan aku akan menyesal dengan keputusanku. So much people said that.

But i'm living my life not to regretting the choices i've made.
God sent me here. In Makassar. To let me grow. And i believe, growing is about to leave our comfort zone. Our comfort zone. Our warm cave.

This is my very first time being a marketing executive. This is my very first time to get into deep to property and housing business. And God let me start it from one of the greatest and trusted developer in Indonesia, Ciputra Group. How could i didnt feel so lucky and blessed. God let me learned from the expert. 

Memulai hidup sendiri dan mandiri untuk pertama kalinya bisa dibilang sangat berat buatku. Satu bulan pertama, tiada hari tanpa mengeluh dan tangis di malam hari sebelum tidur. Apapun yang mengingatkanku akan Surabaya dan isinya bakal dengan gampangnya membuatku nangis tersedu-sedu kayak anak kecil kesedak kedondong. Everytime i'm being so mellow and crying like a baby. 

Untungnya aku tinggal di mess berdua dengan seorang cewek Manado yang sangat baik dan ramah bernama Ester. Ester ini berkebalikan 180 derajat sama aku. Sifatnya sampai penampakan badannya. Dia kasih aku semangat terus dan memberiku asupan energi positif tiap harinya.

Dan aku juga sangat beruntung, mengenal seorang lelaki besar bernama Kenang Prawito, yang biasa aku panggil Kak Ken. Yang sama-sama berasal dari Surabaya. From my very first day, he told me this and that. Dia antar aku kemanapun. Dia tunjukin aku apapun. Dan dia selalu kasih tau ini itu. He's being the kindest and nicest. Tapi sayangnya aku cuman sempet kenal dia satu bulan aja. Sekarang dia udah dipromote ke Ciputra Batam. Well he deserves that. Kak Ken layak mendapatkan itu.

Kak Ken pindah ke Batam atas promosi Pak Rexy, mantan koordinator marketing tim 2 di Vidaview. Seorang koordinator marketing yang sangat baik, yang sayangnya hanya sempat aku kenal dua minggu. Pak Rexy ajari aku macam-macam tentang dunia properti. He also taught me how to deal with annoying customer. He taught me how to deal with customer who ask for discount and unreasonable promo. Pak Rexy is always in a good mood and he spreads loves everywhere. Everybody loves him. How could we dont love the lovely man like him

Sudah 1 bulan lebih aku di Makassar. Belom seberapa hafal jalanan. dan shock berat dengan perilaku berkendara orang lokal disini. So dangerous. Every ride, it just makes me crazy. Awful. 

Harga sayuran dan bahan makanan disini mahal. Tapi hasil lautnya bervariasi dan cukup terjangkau. Tahu Tempe cukup mahal. Bawang putih bawang merah 5000 cuman dapet segenggeman dikit banget. Cabe rawit 5000 cuman satu genggem kecil. Telor satu krat (atau box?) 30ribu rupiah. Ya kira-kira kalo lagi mood masak, aku habis 50ribuan lah. Harga buah gila-gilaan banget. Apalagi my fav fruit, mangos! Per kilonya 35ribu, cuman dapet 4 buah. *Cry* 

Nah, segitu dulu cerita tentang Kisah Hidup Merantau di Makassar ku yak. Catch this blog for any updates about #WhatRisdaDoesInMakassar #RisdaMakassarLyfe