What should I write for you?

Sabtu, 31 Oktober 2009

Milk Tea Tong Tji vs Milk Tea Teh Gopek = a NEW me

Siang ini, saya ada janji dengan teman SMP saya, Putri, di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya selatan.
Kami berencana membelikan kado ulang tahun untuk sahabat kami semasa SMP , Nia. Siang yang panas seperti layaknya cuaca Surabaya di musim kemarau yang menyengat. Apalagi ketika saya memarkir motor saya, ada mobil pemadam kebakaran yang lewat dengan sirinenya yang “nguing,nguing” itu. Waw, saking panasnya sampai membakar rumah. Sontak, saya memegang ubun-ubun saya, berharap isinya belum mendidih. Surabaya siang ini benar-benar menggila.


Sesampainya saya disana, saya pun menuju ke tempat teman saya menunggu.
Saya harus bergulung-gulung meminta maaf karena saya sudah terlambat sekitar 1 jam.untung teman saya pengertian, Ia tak menyuruh saya nari ronggeng atau pertunjukan barongsai di tempat yang ramai itu. Setelah berputar-putar, saya memutuskan bahwa saya harus mengobati rasa haus yang mencekik di kerongkongan saya dengan segelas iced milk tea favorit saya.barusan akhir-akhir ini saya mengetahui bahwa iced milk tea nya Teh Gopek JAUUUHHHH LEBIH ENAAAKKK daripada iced milk tea nya Tong Tji.Kalo boleh saya mendeskripsikan, iced milk tea nya Teh Gopek rasanya MIRIP dengan iced tea blendednya Quickly. Bener…saya ga bohong.. (dekil-dekil begini, saya punya teman yang punya stan quickly, dulu saya sering ditraktir minum). Kontan, semenjak itu, saya merasa bodoh sekali. Dulu saya under estimated sama Teh Gopek yang menurut saya tiru-tiru Tong Tji. Padahal, TERNYATA iced milk tea nya lebih enak daripada Tong Tji.


Setelah itu, saya berputar-putar dengan teman saya mencari kado yang bagus sekaligus ekonomis (karena ini tanggal tua dan budget kami hanya 20.000 rupiah per orang).Setelah keluar masuk aneka toko boneka. Membandingkan harga boneka dan melihat-lihat bentuknya, akhirnya pilihan kami jatuh pada sebuah boneka ukuran tanggung berbentuk Patrick star. Harganya pun terjangkau. Dan kita juga dapat bonus plastic kado,kartu ucapan dan pitanya. (how cute! And at a good price also ! haha). Setelah membeli kado, saya dan teman saya pulang kerumah masing-masing.


Dalam perjalanan pulang, saya banyak melamun. Terutama, memikirkan perkataan pacar saya tadi malam. Ia menginginkan saya untuk mengurangi frekuensi saya membicarakan mantan pacar. Jujur, saya merasa bersalah sekali padanya. Tapi di sisi lain, saya juga belum bisa sepenuhnya melupakannya. Hampir 2 tahun saya menjalin hubungan dengan mantan pacar dengan frekuensi pertemuan minimal seminggu sekali. Dia benar-benar sudah melekat dalam kehidupan saya sehari-hari. Lalu, saya harus bagaimana?


Dulu, semasa masih berpacaran dengan mantan pacar saya, saya sering sekali membeli iced milk tea nya Tong Tji ( mantan saya tidak suka milk tea, jadi dia membeli lemon tea). Saya benar-benar tidak tertarik dengan milk tea-milk tea yang lain. Sepanjang pengetahuan lidah saya, hanya milk tea itulah yang paling enak. Karena saya tidak pernah mencoba yang lain. Dan sekitar 3 minggu yang lalu, saya jalan-jalan dengan pacar saya yang sekarang, dan karena tidak menemukan stand Tong Tji, saya akhirnya membeli Teh Gopek. Dan swear , saya merasakan betapa enaknya milk tea nya Teh Gopek.

Ibaratnya begini, Tong Tji itu mantan pacar saya, dan Teh Gopek itu pacar saya yang sekarang. Tong Tji is my past, and Teh Gopek is my present.Seenak-enaknya Teh Gopek, lidah saya masih tetap mengingat rasa milk tea Tong Tji. Dulu, ketika masih awal-awal masa putus dengan mantan pacar saya, saya merasa tidak sanggup menjalin hubungan lagi. Sampai dulu saya pernah merasa, saya tidak yakin apa besok saya masih bisa melanjutkan hidup. Segitunya saya tidak bisa merelakannya pergi. Namun, seiring berjalannya waktu, dan saya dipertemukan dengan pacar saya yang sekarang, saya merasa bahwa ternyata saya bisa mencintai lagi.

A man from the past and my present man, sering saya ibaratkan sebagai sisi-sisi uang logam. Ketika saya melihat salah satu sisi, sisi yang satunya tidak kelihatan namun tetap menempel pada uang logam tersebut. Walaupun sekarang saya menjalani hidup yang very very very happy dengan my present man, tetap saja a man from the past itu ada di salah satu sisi uang logam tersebut. Saya tidak bisa menyangkalnya.


Namun, saya sudah berjanji untuk berhenti mengingat a man from the past itu. Dan saya akan menepati janji saya. Saya harus membiasakan diri dengan diri saya yang baru. Saya yang sekarang sudah tidak ingin berharap yang muluk-muluk lagi. Saya hanya ingin ada seseorang yang memberikan sesuatu pada saya tanpa saya harus meminta. Dan saya menemukan hal itu dalam diri seorang RA. Konsep memberi dan menerima yang dulu saya jalani dengan my man from the past tidak berlaku lagi dalam hubungan saya yang sekarang. Karena kami berdua sama-sama seakan tidak pernah menyinggung kata-kata menerima. Kami hanya saling memberi saja. Tanpa perlu ada yang meminta.


Saya telah putar knop saya dan membuka pintu kehidupan saya yang baru. Saya telah memperbarui diri saya. Saya telah dibantu untuk menjalin kembali serpihan-serpihan diri saya yang dulu hancur berceceran. Saya telah membuka lagi lembaran buku kehidupan saya dan sekarang mulai menulisinya dengan inisial “R” bukan dengan inisial “D” lagi. Saya telah menelan multivitamin yang akan memperbarui tiap sel hingga tiap atom dalam diri saya. Saya tidak akan MEMINTA untuk dilengkapi lagi, karena dengan sendirinya RA telah melengkapinya. Terima kasih.

Good bye, a man from the past. Welcome, a man from my present (and I hope you’ll enter my future), RA