What should I write for you?

Sabtu, 03 September 2011

Kebetulan yang (Bukan) Kebetulan

Awalnya nggak ada yang pernah tau akan jadi apa kita.
Karena aku juga hanya berani memendam perasaan.
Kamu? Kamu malah belum berpikir aku itu 'seorang wanita' apalagi yang masuk kriteria 'cukup menarik' bagimu.

Pertemuan itu terlalu singkat untuk begitu saja dilupakan. Tetapi terlalu abstrak juga untuk dikenang. Semuanya lebur dalam batas rekan kerja, kakak - adik, bahkan hubungan antara tukang servis AC dengan salah satu pelanggannya.

Awalnya hanya,
Siapakah kamu?
Cuma teman kerja yang bahkan jarang aku ajak bicara.
Cuma orang paling pendiam yang aku tau di tempat kerja.
Yang nggak pernah sorak-sorakin aku, yang nggak pernah ikut nggodain aku, yang nggak pernah ikut kecentilan di depanku.
Waktu itu memang aku belum sempat kenal kamu, tapi satu hal yang aku tau dari kamu.
Kamu BERBEDA.
Kamu nggak kayak yang lain - lain. Yang berasa kayak paling keren di depan cewek - cewek. Yang kebanyakan omong tapi nggak ada isinya
Kamu simpel, tapi kamu bisa singgah di otakku lebih lama daripada laki - laki yang lain di tempat kerja itu.

Kemudian hanya,
Sebuah kebetulan aneh yang membuat kita akhirnya terikat lagi. Terikat hingga kini.
Sebuah kebetulan yang ketika itu benar-benar aku harapkan dan yang kamu lakukan di luar ambang batas kesadaranmu.
"Besok semuanya datang ya..", aku mengundang semua orang untuk datang ke acara dimana aku jadi hostnya besok malam. Tentunya dengan memberi penekanan lebih untukmu agar kamu menyempatkan waktu datang melihatku.
Kamu ketika itu tidak berjanji apa-apa. Aku hanya tersenyum, dalam hati berharap kamu akan datang.
Sedangkan lelaki - lelaki yang lain sudah menyiapkan ribuan janji manis untuk datang besok. Aku tidak menggubris. Yang ada di pikiranku hanya kamu.
Kamu, yang padahal ketika itu, tidak berjanji apa - apa.

Akhirnya yang terjadi,
Acara sudah separuh berjalan. Tanda - tandamu tidak kelihatan.
Apakah aku hanya terlalu berharap muluk-muluk? Atau aku yang salah membaca pertanda?
Aku tidak tahu. Hatiku terus menyebutkan namamu. Kulihat handphone berkali-kali. Tidak ada pesan. Tidak ada pertanda.
Sepertinya, kamu tidak akan datang.
Aku menghela napas panjang. Lalu berusaha bersikap biasa saja, Walau batinku berusaha mati - matian mengenyahkanmu dari sana.
"Baiklah, kalau tidak datang, tidak apa - apa.", Aku berkata pada batinku. Menghibur diri.

Tak lama setelah aku bergolak dengan batinku sendiri, ada pesan masuk ke handphoneku.
Tidak dramatis memang. Tidak ada burung merpati yang datang menghampiriku.
Hanya sebaris pesan. Dari nomor tak dikenal.
Yang mengabarkan bahwa sang pengirim pesan hanya berjarak beberapa meter saja dari tempatku duduk.
Dan di akhir pesan itu, Ia mencantumkan sebaris nama. Nama yang beberapa waktu lalu terus mengisi pikiranku.

Ternyata,
kamu datang, walau tidak berjanji.
Dan belakangan ini baru aku tau, kamu pun tidak merencanakan untuk datang.
Memang tidak pernah ada yang kebetulan.