What should I write for you?

Sabtu, 27 November 2010

Tsunami di Hati

Menahun, ku tunggu kata-kata
Yang merangkum semua
Dan kini ku harap ku dimengerti
Walau sekali saja pelukku

Tiada yang tersembunyi
Tak perlu mengingkari
Rasa sakitmu
Rasa sakitku

Tiada lagi alasan
Inilah kejujuran
Pedih adanya
Namun ini jawabnya

Lepaskanku segenap jiwamu
Tanpa harus ku berdusta
Karena kaulah satu yang kusayang
Dan tak layak kau didera

Sadari diriku pun kan sendiri
Di dini hari yang sepi
Tetapi apalah arti bersama, berdua
Namun semu semata

Tiada yang terobati
Di dalam peluk ini
Tapi rasakan semua
Sebelum kau kulepas selamanya

Tak juga kupaksakan
Setitik pengertian
Bahwa ini adanya
Cinta yang tak lagi sama

Lepaskanku segenap jiwamu
Tanpa harus ku berdusta
Karena kaulah satu yang kusayang
Dan tak layak kau didera

Dan kini ku berharap ku dimengerti
Walau sekali saja pelukku 

kata-kata diatas adalah lirik lagu Peluk yang dibawakan dengan syahdu oleh Dewi Lestari Feat. Aqi Alexa. Diambil dari album Rectoverso yang juga hadir dalam bentuk buku, aku memutar lagu ini berulang kali di playlist jetAudio-ku siang ini.

Bukannya tanpa alasan aku terus2an mendengarkan lagu dengan lirik yang'dalam' kayak gini.

Sudah beberapa ini, hatiku cukup kalut akan adanya seseorang itu. iya, seseorang yang membuat hatiku harus memilih. seseorang yang membuat diriku jadi pilihannya dari sekian pilihan yang lain. ia juga dengan sukses meluluhlantakkan hatiku yang sebelumnya tenang tak berombak karena hanya menunggui dan mencintai seseorang yang jauh tanpa kabar itu. aku tidak mengetahui isi hatiku sendiri. ini pertama kalinya aku tidak bisa memegang kendali atas diriku sendiri. aku juga tidak dapat menentukan keputusan secepat itu.

semoga semuanya segera tampak jelas.
dan tidak ada penantian siapapun yang sia-sia.
tidak penantianku, tidak penantianmu, dan juga tidak penantiannya.

Someone's Right

Bocah kecil itu berlarian kesana kemari, sibuk menggoda teman-teman perempuannya, lalu berlarian lagi memukuli teman-teman laki-lakinya dengan mimik wajah yang lucu.

Mungkin usianya sekitaran 5 - 6 tahun. Tapi gurat wajah kerasnya sudah terlihat. Tatapan mata yang tajam dan menyalang kemana-mana. Alis mata yang tegas. Sepintas, mengingatkan aku pada seseorang. Ah, tapi sudahlah, lupakan saja.

Setelah aku dekati, aku menanyakan namanya,ternyata namanya 'Zidan'
dan aku pun foto berdua dengannya. Tidak puas hanya dengan foto berdua, diam2 aku memotretnya dengan kamera hpku dan wajah mungil dan lucunya sukses menjadi wallpaper hpku. (upload fotonya nyusul yah :D )

Bukan tentang pedophilia atau apa, tapi jelas sekali aku tertarik dengan anak itu. Disamping karena kemiripannya dengan seseorang, kenakalannya untuk seusianya mengingatkanku pada diriku sendiri. How cute you are, Zidan!!
Jadi penasaran, gimana tampang orang tuanya ya??

Siangnya, setelah baksos di TK. Dharma Siwi yang mempertemukan aku dengan 'Riza Kecil' itu, aku dan Lia saling bercerita tentang diri kami sendiri. Termasuk tentang usia yang aku inginkan untuk menikah.
dengan mantap, aku menjawab '27 tahun!'
Lia sudah berulangkali menyuruhku berpikir ulang tentang rencana usia pernikahan itu. Lalu aku hanya menghela nafas panjang, dan membatin, "aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku dulu."

Tapi setelah bertemu Zidan kemarin, melihat ibu-ibu yang menunggui anak mereka sekolah di TK, aku sepertinya harus merancang ulang semuanya.
Sepertinya bisa memajukan rencana usia menikah itu beberapa tahun lagi. Karena pertimbangannya, aku tidak ingin terlihat tua ketika mengantar anakku sekolah TK :)

Hope God could send someone's right for me on 6 years after.

Minggu, 21 November 2010

Sepintas Datang Lalu Hilang

Ternyata,
Kehadirannya hanya sepintas saja.
Hanya lewat.

Sempat aku mengira,
dialah pengganti dia yang telah hilang.
Tapi ternyata,
Belum apa-apa dia juga sudah lenyap.

Menggantungkan harapan pada sesuatu yang baru datang,
Ternyata mengecewakan.
Mengharapkan dia yang lama pun juga,
Melelahkan.

Tetapi tidak akan ada yang tau masa depan.
Aku pun tidak bisa menerkanya.
Hanya harapan yang semoga bisa jadi nyata.

Bahwa menunggumu tidak akan mematikan apa-apa.
Semuanya masih tetap sama.
Janjiku tetap aku pegang.

Biarkan saja anjing-anjing di luar sana menyalak.
Mengata-ngatai betapa bodohnya penantian hampa.

Ada masalah?
Yang menjalani siapa, yang berkomentar siapa?

Dan hati ini semakin mengeras.
Meyakini apa yang mereka anggap gila.



Di kamar yang berantakan,
22'11'10
10:38

Antara Dua Jurang di Sisi

Aku melihat jurang itu lagi.
Lalu kuteliti kedalamannya dalam hati.
Tidak sedalam yang kemarin.

Aku lihat lagi.
Entah mengapa sepertinya aku merinding.
Setelah menerka-nerka lagi.
Aku berpikir,
Sepertinya jatuh di dalamnya tidak membuatku mati.

Tapi,
Aku tidak punya apa-apa lagi.
Semua yang aku punyai
Tertinggal di jurang yang kemarin,
Jelas habis.

Kemana harus aku cari semuanya lagi?
Ah ilusi,
Aku tidak ingin terjatuh lagi.
Cukuplah sekali.

Rumah Hati

Rumah hatiku sudah lama tak berpenghuni.
Penghuni yang lama telah pergi diam-diam,
Ditelan kegelapan malam,
Bahkan tanpa berpamitan.
Tanpa menengok ke belakang.

Kolam air mata yang dulu menjadi sandaran,
kini telah kering kerontang.
Badai telah reda,
Namun isi rumah telah luluh lantak.
Penghuni yang baru, Adakah engkau di luar sana?

Masuklah saja,
Pintunya telah ku buka.
Tak perlu kerepotan membereskan semuanya.
Badai itu telah lewat.
Ya, tidak usah lagi merasa terluka.
Aku tau semua akan baik-baik saja.

Sabtu, 06 November 2010

Kisah Boneka Porselen

Kisah Boneka Porselen

by Risda Yogyanita on Monday, October 12, 2009 at 9:21pm
Layaknya boneka porselen.
Dahulu aku disayangi.
Sepenuh hati kau menjagaku.
Membersihkanku dari debu-debu.
Menghindarkanku dari tangan jahil.
Menyadarkanku akulah yang tercantik.
Meyakinkan semua bahwa akulah milikmu yang paling berharga.

Tapi aku hanya boneka porselen.
seiring mentari dan bulan berlari.
kaupun lupa bahwa masih ada aku.
Kau lupa denganku
yang masih menantimu
diujung lemari kaca di ruang tamu.
aku menantimu.
sampai tiba waktu
kau menggantiku dengan boneka baru.

bajuku yang usang
bagai alas kaki dibanding baju sang boneka baru.
rambutku yang kusut
bagai sabut kelapa dibanding rambut si nona baru.

semakin jelas ketidakberhargaanku kini.

kau dengan lekas melemparku
ke bak sampah paling ujung
di sudut rumahmu.
dan kau meraih si nona baru dengan perlahan.
menaruhnya di singgasanaku dahulu.

dan aku terjatuh,
pecah,
berantakan.
tanpa mampu beranjak.
tangisku telah usang.
airmataku tak sempat keluar.
aku hanya boneka porselen.
yang telah hancur terburai.
terbinasakan oleh keserakahan.
meratapi diri pun aku tak mampu.
menyatukan pecahan ini pun hanya ratap semu.

karena sekeras apapun aku berusaha
aku hanya boneka porselen.

hingga suatu saat

aku terbangunkan
oleh senyum terindahnya.
dan disaat mimpi semakin terlihat jauh
aku melihatmu tanpa berkedip.

aku hanya boneka porselen yang telah hancur,
usang,
tak bernilai.
namun kau mengulurkan tangan.
menaruh sebagian tubuhku dalam genggamanmu.
dan mengambil serpihan tubuhku yang lain dengan matamu
yang masih bersinar riang.

kau berujar,
mari ikut bersamaku puteri kecil.
aku akan menatamu perlahan.

namun aku hanya boneka porselen.
hanya bisa diam pasrah menurutimu.
mengikuti laju alur kisahmu wahai pemilik aku yang baru.

dan kau membawaku ke tempatmu.
menata serpihanku dengan kasih.
membersihkanku dengan kain indah.
menatapku dengan menakjubkannya.
aku bersyukur
akhirnya aku ada di tanganmu.
kau yang,semoga,tidak seperti
dia dari masa lalu.
walau sebersit tanyaku,
akankah kau membuangku kelak?

(secarik catatan di malam buta,10 Oktober 2009)

Kamis, 04 November 2010

Kisah Tahu Bulet di Malam nan Syahdu

Sudah beberapa hari ini aku nggak ngobrol ama mama papa.

Ngobrol disini jangan diartikan duduk di depan televisi, makan crackers sambil minum teh sosro family pack, ketawa-ketawa bersama, sang anak nyeritain hari-harinya di kampus dan berapa cowok yang mendekatinya, sedangkan sang ayah menceritakan tentang saham yang naik turun dan boss nya yang mulai melimpahkan aset dan kendali perusahaan pada anak sulungnya, atau sang ibu yang bercerita bagaimana perjuangan ndapetin tas branded louis vuitton di Hongkong beberapa waktu yang lalu..
BUKAN , BUKAN , obrolan di keluargaku bukan yang seperti itu..

bukan juga obrolan keluarga cerdas yang membahas berita tentang merapi dan mentawai lalu mengkritik kinerja pemerintah dalam pendistribusian bantuan..
BUKAN JUGA.

yang namanya obrolan di keluargaku adalah ketika seluruh anggota keluarga membicarakan HAL YANG SANGAT TIDAK ADA HUBUNGANNYA SAMA SEKALI.

dari mama yang tiba-tiba ngegosipin sodara, sampe perbincangan tentang tahu bulet-bulet yang dia beli karena temennya ngerekomendasiin kalo tahu itu enaknya bukan main. semuanya sangat tidak terkendali dan tidak terarah. itulah definisi NGOBROL yang sudah jadi ritual di keluargaku. ngomong ngalor ngidul.

dan setelah beberapa hari dalam minggu ini, aku dinaungi masalah percintaan, dan kesibukan di kampus, aku jadi menerapkan prinsip "Home Sweet Hotel".
hahahaha.
jadi berangkat ke kampus pagi-pagi banget, pulang juga malem banget. Mandi malem yang dulu udah jadi ritual udah nggak sempet lagi aku lakuin. Makan pun juga kadang-kadang. Takut melar abisnya kalo jam sebelas malem baru makan, terus langsung tidur gitu.
Jadilah, rumah jadi semacam hotel tanpa perlu check in atau check out. nggak ditarik bayaran, malah dikasih sangu. hehehe.


Baru kemaren kamis ini, aku bisa melanjutkan ritual ngobrol ama mama papa.
Dan obrolan kami ini bukannya berlangsung di meja makan atau ruang keluarga layaknya yang biasanya aku liat di sinetron-sinetron.
Tapi, obrolan kami ini berlangsung DI DAPUR, tepatnya DI DEPAN KOMPOR SAMBIL NGGORENG TAHU BULET..
wkwkwkwkwk.

perbincangan mulai dari ngomongin operasi mama kemaren, sampe pertemuanku ama pacar dibahas disana.
dan obrolan itu nggak akan berhenti kecuali ada faktor eksternal yang mengacaukan perbincangan keluarga aneh bin tidak lazim itu.
apa faktor eksternal itu?? ya, TAHU YANG DIGORENG ITU MBLEDHOS..
hahahahahaha..
jadilah kami bertiga lari-lari lelompatan takut kecipratan minyak panas dari tahu bulet nan aduhai itu.

hahahaha.
dan perbincangan ditutup dengan saling ejek.
how i missed that moment so much.